Solo - Dalang kondang wayang suket Slamet Gundono meninggal dunia pada hari Minggu (5/1) pukul 08.45 WIB di Rumah Sakit Islam Yarsis Solo, dan jenazahnya akan dimakamkan di tanah kelahirannya di Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Senin (6/1).
Sebelum dibawa ke Slawi, jenazah dalang kelahiran 19 Juni 1966 itu akan lebih dulu disemayamkan di pendapa Taman Budaya Jawa Tengah di Kentingan Solo untuk diberikan penghormatan terakhir oleh para seniman dan budayawan dari Solo dan Yogyakarta.
Setelah selesai diberikan penghormatan dan tata cara adat jenazah Slamet Gundono yang juga terkenal sebagai dalang sintren itu pada pukul 17.00 WIB dengan kendaraan darat diberangkatkan menuju Slawi.
Seniman dan budayawan Bambang Murtiyoso mengatakan dengan meninggalnya Slamet Gundono, ia merasa kehilangan, karena almarhum mempunyai potensi yang luar biasa.
"Slamet Gundono itu memang dalang serba bisa dan mempunyai kreativitas yang luar bisa dan suaranya juga bagus," kata dosen almarhum ketika masih kuliah di Jurusan Pedalangan Institut Seni Indonesia (ISI) Solo itu.
Ia mengatakan Slamet Gundono ketika kuliah memang sudah menonjol dibandingkan dengan mahasiswa lainnya, utamanya pada suaranya yang mengekspresikan nada rendah sampai tinggi.
Almarhum Slamet Gundono juga punya latar belakang teater, sehingga dalam memeragakan wayang juga bisa mengekpresikan wayang terbuat dari barang mati bisa seperti hidup. "Ini kelebihannya yang tidak semua dalang memilikinya," imbuhnya.
Pengamat budaya MT Arifin mengatakan almarhum selain menjadi dalang wayang suket juga merupakan dalang sintren yang merupakan keturunan dari kakeknya yang dulu juga merupakan dalang sintren.
"Tidak semua orang bisa melakukan dalang sintren dan almarhum Slamet Gundono merupakan tokoh di daerahnya yang sekaligus merupakan dalang sintren yang terakhir saat ini. Untuk itu wajar kalau warga daerahnya menghendaki jenazah alamarhum untuk dimakamkan di tempat kelahirannya, karena budaya sintren di sana masih kuat," kata dia.
Ia mengatakan Slamet Gundono banyak membuat kejutan dalam seni pedalangan, yakni sempat membuat kejutan pada pentas Greget Dalang di Solo beberapa tahun lalu dalang ikut menari di atas panggung.
"Seketika itu almarhum Slamet Gundono mendapat protes karena dalang yang tampil dan ikut menari di atas panggung melanggar pakem (aturan) yang ada dan untuk jalan tengahnya sekarang ini mengundang pelawak-pelawak yang menari di panggung," katanya.
Ki Mantep Sudarsono yang terkenal dengan sebutan dalang Oye juga mengakui, almarhum merupakan dalang serbabisa. "Slamet Gundono itu tidak hanya bisa mendalang dengan media wayang suket, tetapi dengan gaya lainnya juga mahir apalagi dengan gaya tradisional juga tidak kalah dengan dalang-dalang senior lainnya," katanya.
Butet Kertanegara yang membacakan biografi singkat Gundono sebelum jenazah diberangkatkan mengatakan, almarhum lulus dari ISI Surakarta tahun 1999, dengan karya-karya seninya di antaranya Wayang Suket, Wayang Lindur, Wayang Air dan bahkan dalam pentas yang sempat menjadi gempar oleh para penonton ketika membawa wayang dengan cerita "Pandawa Lima Gugur".
Almarhum dalam membawakan cerita ini yang mematikan semua Pandawa Lima mendapat protes keras dari komunitas wayang kulit. "Ya, ini kelebihan almarhum seperti ini," kata Butet sambil menambahkan bahwa dalam menggeluti karya-karya seni tradisional ini Slamet Gundono juga mendapat penghargaan dari Pemerintah Belanda dan Kementerian Pendidikan Nasional.
Almarhum meninggalkan seorang istri bernama Yuning Rejeki dan dua anak, yaitu Nandung Albert Slamet Saputra (9) dan Bening Putriaji (3,5) yang tinggal di rumahnya di Mojosongo, Solo.
Anda sedang membaca artikel tentang
Dalang Wayang Suket Slamet Gundono Berpulang
Dengan url
https://malariamosquito.blogspot.com/2014/01/dalang-wayang-suket-slamet-gundono.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Dalang Wayang Suket Slamet Gundono Berpulang
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Dalang Wayang Suket Slamet Gundono Berpulang
sebagai sumbernya
0 komentar:
Post a Comment